UnKnown, 08 Juni 2025



  Pengadilan Agama Banyuwangi turut serta dalam kegiatan
Pengadilan Agama Banyuwangi melaksanakan rapat Monitoring dan ...
Banyuwangi – Sekretaris Pengadilan Agama Banyuwangi, Shoheh, ...
Pengadilan Agama Banyuwangi melaksanakan upacara peringatan Hari
Pengadilan Agama Banyuwangi turut menghadiri upacara peringatan
Staf BMN Pengadilan Agama Banyuwangi, Deska Lenita dan Zara ...
Ketua Pengadilan Agama Banyuwangi, Ahmad Rifai, S.Ag., M.H.I.,
Ketua Pengadilan Agama Banyuwangi, Ahmad Rifai, S.Ag., M.H.I.,
Dharmayukti Karini Cabang Banyuwangi yang merupakan gabungan ...
Banyuwangi – Ketua Pengadilan Agama Banyuwangi, Ahmad Rifai, ...

 PERMASALAHAN

PANGGILAN SIDANG IKRAR TALAK

Oleh: H. A. ZAHRI, S.H

(Hakim Pengadilan Agama Situbondo)

Kasus Posisi

Di suatu Pengadilan Agama  telah lama dipraktekkan sidang penyaksian ikrar talak tanpa panggilan pada hari itu, tapi dicukupkan panggilan hari sebelumnya. Kasus ini terjadi ketika pihak Pemohon tidak hadir pada hari sidang yang telah ditentukan dalam panggilan, meskipun kepadanya telah dipanggil secara resmi dan patut. Sidang penyaksian ikrar talak dilaksanakan secara ‘spontanitas’, tanpa perencanaan  dan penjadwalan terlebih dahulu, sudah barang tentu juga tanpa ada panggilan terlebih dahulu kepada para pihak pada hari pelaksanaan  sidang itu.

Prosesnya sederhanaa: pemohon atau para pihak datang ke Pengadilan Agama dan melapor kepada petugas meja atau petugas Information Deks, dteruskan kepada majlis hakim yang menangani perkara tersebut, kemudian majlis hakim memeriksa keabsahan dan kepatutan relaas panggilan yang pernah disampaikan kepada para pihak dan berita acara sidang penyaksian ikrar talak yang tidak dihadiri pihak Pemohon pada sidang sebelumnya. Jika kedua hal tersebut memang telah ada sesuai ketentuan hukum, maka  sidang penyaksian ikrar talak dilaksanakan.

Argumentasi model/cara seperti ini berdasarkan ketentuan pasal 70 ayat 06 Undang-Undang Nomor 07 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang berbunyi: “Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama”.

Panggilan sidang penyaksian ikrar pada pasal ini dipahami berlaku selama 6 (enam)  bulan, jika selama tenggang waktu dimaksud belum berlalu para pihak khususnya pemohon sewaktu-waktu bisa datang ke pengadilan untuk mohon dibuka sidng ikrar talak. Pemahaman dimaksud sejalan dengan pola bindalmin berkaitan dengan administrasi perkara, dimana jika perkara telah diputus buku jurnal perkara ditutup dan hanya dianggarkan untuk pemberitahuan isi putusaan bila ada pihak yang tidak hadir ketika sidang pembacaan putusan dan satu kali panggilan untuk sidang penyaksian ikrar talak, baik untuk pemohon maupun termohon. Jadi tidak ada budget untuk memanggil para pihak lagi.

Pelaksanaan  sidang ikrar talak secara “tiba-tiba” tersebut di atas oleh sebagian kalangan dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Mereka beralasan bahwa  yang disebut sidang haruslah kedua belah pihak dipanggil terlebih dahulu, sebagaimana rumusan  Pasal 26 ayat (1) Peraturaan Pemerintah Nomor 09 Tahun 1975, yang menggariskan: Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut “. Mereka berhujjah bahwa setiap digelar persidangan di muka pengadilan para pihak harus dipanggil terlebih dahulu, sidang tanpa panggilan tidak memenuhi ketentuan  yuridis karena menyalahi kehendak pasal 26 ayat (1) tersebut di atas. Alasan berikutnya bahwa menurut sistem peradilan modern semua aktivitas harus terencana dengan baik, lebih-lebih agenda sidang haruslah dibuat jadwal terlebih dahulu, tidak bisa sidang ”tiba-tiba”.

Analisa

Dari kasus posisi tersebut di atas, kiranya dapat diketahui bahwa sidang penyaksian ikrar talak yang pemohonnya tidak hadir memenuhi panggilan dan karenanya ia memiliki waktu 6 (enam) bulan untuk berikrar memiliki dua model. Model pertama, ikrar talak bisa dilakukan tanpa panggilan pada saat pemohon menghadap pengadilan. Model kedua, bila pemohon datang sebelum lewat waktu enam bulan tidak bisa ‘tiba-tiba’ mohon sidang ikrar talak, namun harus melapor kepada majlis yang menangani perkara tersebut untuk dibuat PHS baru kemudian  dipanggil dan sidang penyaksian ikrar talak akan dilaksanakan sesuai dengan relaas panggilan dimaksud.

Penulis mencoba menganalisa kedua model tersebut dengan metode komparatif, yaitu menimbang kedua model tersebut dari sisi tehnis yustisial dan administrasi yustisial  guna  memperoleh model yang lebih saheh atau valid serta memenuhi azas sederhana, cepat dan biaya ringan. Masing-masing model tentu memiliki kelebihan dan kekuranganya, yang kelebihanya lebih besar dan kekuranganya lebih kecil itulah yang seharusnya dipilih dan diaplikasikan di pengadilan.

Model pertama, pemahaman bahwa relaas panggilan sidang penyaksian ikrar talak berlaku 6 (enam) bulan berlandaskan ketentuan pasal 70 ayat 06 Undang-Undang Nomor  07 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama kiranya dapat dianalisa  sebagai berikut:

  1. Bila dicermati rumusan kalimat,“Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya”. Bagaimana jika dalam tenggang waktu tersebut suami datang atau menyuruh wakilnya yang sah, masihkan perlu dipanggil sementara ia datang? Jika perlu dipanggil buat apa ada tenggang waktu 6 (enam) bulan itu?
  2. Dalam kasus ini kirannya metode interpretasia contrario atau mafhum mukhalafah (pemahaman sebaliknya) dapat digunakan, sehingga rumusannya berbunyi, “Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak datang menghadap sendiri atau mengirim wakilnya yang sah, maka sidang penyaksian ikrar talak dapat dilaksanakan dan kekuatan penetapan tidak gugur”.
  3. Supaya putusan tidak gugur sewaktu-waktu pemohon datang dan mohon ikrar talak haruslah dipenuhi, tanpa terlebih dahulu memanggil para pihak sepanjang belum lewat waktu 6 (enam) bulan.

Dari sisi hukum Islam, pada kasus ini tidak ada ketentuan yang belum tercukupi. Talak adalah hak suami, sementara pengadilan telah menjatuhkan putusan memberi izin suami menggunakankan haknya, jika ia datang untuk menggunakan haknya tidak perlu dipersulit hanya karena belum ada secarik kertas relaas panggilan dalam berkas padahal orangnya sudah ada.

Secara administratif, jika dipanggil lagi perlu PHS baru, sementara gugurnya putusan dihitung dari tanggal PHS. Kalau kemudian ada dua PHS mana yang dipakai, jika yang dipakai PHS terakhir maka waktu 6 (enam) bulan bisa bertambah dan tidak berkesudahan. Bila PHS pertama, bagaimana misalnya bila tinggal 2 (dua) hari masa 6 (enam) bulan akan terlewati, mungkinkah memanggil dalam waktu 2 (dua) hari dan apakah panggilan itu patut. Atau bila panggilan kedua pemohon tidak datang lagi apa perlu panggilan ketiga dan seterusnya.

Secara yuiridis untuk memanggil para pihak perlu biaya dan pembayaran biaya perlu dimaksukkan pada sistem pembukuan. Menurut pola bindalmin ketika perkara diputus buku jurnal harus ditutup dan disisakan biaya panggilan ikrar untuk kedua belah pihak masing-masing satu kali  jika kedua belah pihak hadir ketika sidang pembacaan putusan dan ditambah biaya pemberitahuan putusan  untuk pihak yang tidak hadir. Ketika buku jurnal ditutup bila ada panjar lebih dikembalikan kepada pemohon dan bila kurang ia disuruh tambah. Lalu darimana biaya panggilan para pihak untuk kedua kali dan seterusnya? Solusinya, pemohon diperintah menambah panjar lagi, namun kemudian menjadi hal yang kurang elok, kemarin uang panjar dikembalikan karena ada sisa sekarang diperintah bayar lagi.

Ada pula langkah inovatif yang berbeda dengan pola bindalmin, yaitu untuk perkara cerai talak sisa panjar dikembalikan setelah pemohon menjatuhkan talak kepada termohon. Secara administratif plus-minus langkah ini masih perlu diuji lebih lanjut. Hanya saja bila pemohon pada panggilan kedua juga tidak datang, apakah perlu tambah panjar lagi untuk panggilan ketiga dan seterusnya. Manakala ini terjadi apakah tidak menyalahi ketentua azas berperkara sederhana, cepat dan biaya ringan.

Yang perlu dipikirkan jika pemohon tidak sanggup menambah panjar biaya atau waktu memanggil tidak cukup, karena waktu 6 (enam) bulan hampir terlampaui sehingga ikrar tidak terlaksana dan ternyata rumah tangga mereka tidak rukun lagi maka kedua belah pihak akan rugi, lebih-lebih pihak istri akan mu’alaq, tergantung tidak rukun dan tidak cerai. 

Model kedua, bahwa ikrar talak tidak bisa dilaksanakan secara spontanitas, tanpa panggila terlebih dahulu. Hal ini, disamping berdasarkan ketentuan pasal 70 ayat 06 Undang-Undang Nomor  07 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama juga dihubungkan dengan pasal 26 ayat (1) Peraturaan Pemerintah Nomor 09 Tahun 1975, yang menggariskan: Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut “. Setiap digelar persidangan di muka pengadilan para pihak harus dipanggil terlebih dahulu, sidang tanpa panggilan tidak memenuhi azas yuridis karena menyalahi kehendak pasal 26 ayat (1) tersebut di atas.

Alasan berikutnya, rasanya tidak adil jika suatu ketika pemohon menjatuhakn ikrar talak dan istri tidak tahu karena tidak ada panggilan untuknya, sementara pada panggilan sidang penyaksian ikrar talak sebelumnya ia hadir dan suami tidak hadir. Bila ada hal – hal yang ingin disampaikan kepada suaminya sewaktu ia dijatuhi talak atau pemohon/suami  dihukum untuk membayar nafkah madhiyah, iddah mut’ah dan lain-lain dan ketika suaminya menjatuhkan talak ia tidak dipanggil maka ia merasa dirugikan.

Alasan model kedua menggunakan pasal 26 ayat (1) Peraturaan Pemerintah Nomor 09 Tahun 1975 patut dikritisi. Dari segi gramatikal pasal ini rumusannya tidak begitu baik, kalau tidak dikatakan kurang tepat. Pasal ini dapat dipahami bahwa ketika sidang pengadilan dilaksanakan  para pihak akan dipanggil. Bagaimana panggilan akan dilakukan sementara perkara sudah di sidang. Seharusnya kata ” mereka akan dipanggil” diganti ”mereka telah dipanggil”.

Di sisi lain, yang dimaksud pasal ini adalah sidang pengadilan dengan agenda ” memeriksa gugatan”, sementara sidang ikrar talak bukan memeriksa gugatan karena perkara telah diputus, hanya pengucapan ikrar talak oleh suami dengan disaksikan majlis hakim. Tidak ada agenda memeriksa perkara pada sidang ikrar sehingga beberapa pakar antara lain: M. Yahya Harahap, SH, Dr. Abdul Manan, SH, Sip, MH memasukkan  sidang ikrar talak dalam  ranah eksekusi putusan. Tinjauan lain, bahwa lahirnya Peraturaan Pemerintah Nomor 09 Tahun 1975 jauh sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor  07 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sehingga setelah dihubungkan ada ketidakcocokan suatu hal yang wajar.

Soal ketidak hadiran pihak istri karena tidak dipanggil lagi tentu karena sudah pernah dipanggil dan ketidakhadiran istri tidak menghalangi dilaksanakan ikrar talak. Hal mana sesuai ketentuan pasal 70 ayat 05 Undang-Undang Nomor  07 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang berbunyi, ” Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau wakilnya”.

Ketidakhadiran istri dalam sidang penyaksian ikrar talak tidak akan merugikan hak-hak istri yang telah ditetapkan oleh pengadilan, seperti misalnya; nafkah madhiyah, iddah, mut’ah dan sebagainya, justru menguntungkan  pihak istri karena hak-hak tersebut lahir akibat perceraian dan perceraian terjadi sejak ikrar talak diucapkan oleh suami. Justru sebaliknya, kerugian pihak istri akan didapat manakala pihak suami tidak melaksanakan ikrar sampai lewat waktu 6 (enam) bulan dan ternyata mereka tidak rukun lagi, istri akan tergantung dan tidak memperoleh hak-haknya yang telah diputus oleh pengadilan. Istri rugi dua kali, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga.

Kesimpulan

Setelah membandingkan kedua model tersebut di atas kiranya menurut penulis model yang  lebih sesuai dengan azas sederhana, cepat dan biaya ringan serta tidak menyalahi ketentuan hukum acara dan administrasi peradilan adalah model pertama, yaitu ikrar yang dilakukan spontanitas  atau ujug-ujug tanpa PHS dan panggilan baru, cukup panggilan pertama. Dengan demikian model pertama ini sekaligus dapat dimaknai sebagai azas lex spesialis derogat lex generlis dari pasal 26 ayat (1) Peraturaan Pemerintah Nomor 09 Tahun 1975, karena memang banyak hal dalam hukum perkawinan yang menyimpangi dari prinsip-prinsip HIR dan Rbg serta peraturan lain yang datang sebelumnya. Misalnya, panggilan kepada termohon/tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya  atau tidak punya tempat tinggal yang tetap, cukup dipanggil sekali, sidang berikutnya ia tidak dipanggil lagi. Walhasil jika ada dua pilihan yang sama-sama sah, kenapa dipilih jalan sukar dan rumit tidak dipilih cara yang mudah dan sederhana. Walllahu a’lam bishawab.

 

Referensi Bacaan :

  • H. Abdul Manan, SH, Sip M.Hum, PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA DILINGKUNGAN PERADILAN AGAMA, Yayasan Al- Hikmah Jakarta, 2001
  • Ditbinpapera Islam, HIMPUNAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DALLAM LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA, Tahun 2001 ;
  • Yahya Harahap, SH, KEDUDUKAN, KEWENANGAN DAN ACARA PERADILAN AGAMA , Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
  • Yahya Harahap, SH, RUANG LINGKUP PERMASALAHAN EKSEKUSI BIDANG PERDATA, , Sinar Grafika, Jakarta, 1987.
  • Proyek Diklat Fungsional Hakim Dan Non Hakim - Mahkamah Agung RI,  BUNGA RAMPAI MAKALAH HUKUM ACARA PERDATA, Jakarta, 2003.

 

 

 

 

 

 

 

Last modified on Tuesday, 11 July 2023 16:35
Share this article

About author

Fidila Vania Aziz, S.Kom.

Email This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Leave a comment

Make sure you enter all the required information, indicated by an asterisk (*). HTML code is not allowed.

Eviden ZI

Eviden Zona Integritas PA Banyuwangi menuju WBBM

(Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani) Tahun 2025

Klik gambar untuk mendownload/melihat file!

   

   

 

 

Eviden APM

Eviden 7 Area APM 2020

Download Eviden 7 Area APM PA Banyuwangi Tahun 2020

Klik gambar untuk mendownload/melihat file!

   

    

   Untuk Mengakses Informasi Perkara yang ...
   Untuk Mengakses Validasi AC  Klik Disini  
Untuk Mengakses Gugatan Mandiri Klik Disini ...
    ...
Untuk Mengakses Direktori Putusan Klik Disini ...
   Untuk Mengakses Komdanas  Klik Disini  
Untuk Mengakses JDIH MA RI Klik Disini  
Untuk mengakses Siwas MA RI Klik Disini   Untuk
Untuk Mengakses E-Court Klik Disini

Hubungi Kami

 

Kantor Pengadilan Agama Banyuwangi

Jl. Jaksa Agung Suprapto No 52 Banyuwangi

Telp          : (0333)-424 325

Fax           : (0333)-412 420

Email        : pabanyuwangi@gmail.com

Facebook  : PA.Bwi

Instagram : pabanyuwangi

Youtube    : Pa Banyuwangi

Website     : www.pa-banyuwangi.go.id

Whatsapp Notifikasi Perkara:

082229441751

Lokasi Kantor

 

Total Pengunjung

273953
Hari IniHari Ini746
KemarinKemarin1097
Minggu IniMinggu Ini14123
Bulan IniBulan Ini19447
SemuaSemua2739533
216.73.216.164
US
Guest 16

Statistik Pengunjung

Flag Counter

Mengikuti

Masukkan alamat email anda untuk mengikuti berita kami !

Jam Kerja

HARI JAM KERJA PAGI JAM ISTIRAHAT JAM KERJA SIANG
Senin s/d Kamis 07.30 - 12.00 12.00 - 13.00 13.00 - 16.00
Jumat 07.00 - 11.00 11.00 - 12.30 12.30 - 16.00
Top
We use cookies to improve our website. By continuing to use this website, you are giving consent to cookies being used. More details…